Kamis, 11 Juni 2009

VILLAGE CHIEF


Terpendam dalam hatiku sebuah niat untuk mengelola sebuah desa, saya menganggap desaku telah tertinggal dibanding dengan desa tetangga.Ketertinggalan baik secara mental, material maupun spiritual.Sebuah desa yang stagnate, monoton dan menjemukan.Aku iri dengan perkembangan desa sebelah, ada apa dengan pengelolaan desaku.

Kuambil sebuah contoh :
1. Secara Spiritual
Pembangunan masjid terbengkalai, dan hingga kini desaku belum punya masjid yang bisa dibanggakan.Dan ini mencerminkan pengelolaan secara komprehensip yang amburadul.Bisakah makmur sebuah masjid tanpa pengelolaan yang serius?Madrasah belum juga terbangun, hanya sebuah angan angan yang dirintis puluhan tahun yang tak terealisasi.Hanya sebuah TPQ yang dikelola single Fighter oleh seorang ustad, yang tentu saja perkembanganya kurang begitu menggembirakan..monoton.Bagaimana dengan aqidah masyrakatnya, tentu bisa ditebak hanya sekian presen saja yang menjalankan aqidah itupun terkesan ortodok.Minim orang alim dan kurang gairahnya naka muda untuk menggali ilmu agama ( mesantren ).

2.Secara Mentalitas
Sebuah desa yang dibentuk dengan proses alami dengan mengesampingkan kenyataan hidup yang terus berkembang tentu saja membuat mentalitas hidup masyarkatnya kurang membanggakan.Mayoritas warganya lebih memilih kuli atau buruh ketimbang memilih membangun jaringan bisnis.Yang ku maksud tentu saja jaringan bisinis kecil, bukan seperti konglomerat.Mendidik masyarkat yang menjadi enterpreneur bukan mentalitas kuli.Inilah yang menurut keyakinanku akan meningkatkan kualitas ekonomi secara makro didesaku.Padahal kami yakin , bahwa desa kami punya potensi.

3.Secara Material.
Tampak dari luar keadaan desa kami seperti makmur, rumah penduduk yang hampir seluruhnya permanen.Tapi sebenarnya lesu, keluhan keluhan yang kami dengar , realita yang ada itu begitu kontradiktif.Asset yang ada didesaku itu banyak yang milik orang desa sebelah.Kenyataan ini seperti gambaran asset negara kita yang banyak dimiliki oleh negara asing.Katakanlah sawah misalnya, kebun dll.Pembanguan infrastruktur juga demikian, tertinggal karena minimnya jaringan birokrasi ke pemerintahan kota.Bagaimana tidak dengan rata rata lulusan pendidikan SLTP atau katakanlah ada SLTA ,serta kurangnya keberanian menjalin hubungan dengan birokrat atau terjun ke jaringan politik .Komunikasi yang sedikit terhambat.

Masalah ini menjadi tanggung jawab kita semua selaku anak desa,kalau tidak kita siapa lagi.Dan tentu saja sangat diperlukan pimpinan yang benar benar memiliki niat kuat untuk membangun.Membangun untuk sebuah perubahan ....perubahan kedepan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar